Sabtu, 30 Januari 2016

Analisis vs Analisa = Tentang Kata Serapan dan Imbuhan

Dulu ini pernah jadi hal besar di sekolah. Seperti turun satu ayat dari kahyangan, guru pelajaran Bahasa Indonesia dengan bangganya mengajarkan bahwa "analisa itu salah, yang benar itu analisis." Lalu si kutu buku di kelas akan membawa KBBI terbaru pekan depan dan memastikan bahwa, ya, memang yang benar adalah analisis. Tapi apakah tata bahasa merupakan sesuatu yang harus dicari benar dan salahnya? Saya rasa tidak.
Analisis vs Analisa = Tentang Kata Serapan dan Imbuhan

Pernah saya permasalahkan ini ketika masih SMP. Menurut saya tidak pantas kita menganggap bahwa semua analisa itu salah dan harus diganti jadi analisis. Menurut saya justru itu tidak benar. Tapi tidak, si guru bilang saya salah, seisi kelas bilang saya sok tahu, dan mereka kembali mengimani "agama" analisis dan menuduh saya kafir penganut aliran sesat analisa.

Padahal saya ingin berkata bahwa analisis dan analisa itu sama-sama benar.
Sampai hari ini saya belum melihat kembali apakah tahun ini buku pelajaran Bahasa Indonesia masih mengajarkan tentang tata bahasa atau tidak. Dulu di masa saya sekolah sih tidak, hanya diajarkan kosakata baku dan tanda baca dan cara memahami suatu bacaan. Mari kita anggap bahwa tahun ini masih sama. (Saya akan coba perbarui catatan ini kalau sudah saya periksa kurikulum baru)

Bahasa Indonesia mengenal kata benda dan kata kerja. Istilah sok pintarnya adalah nomina dan verba. Di sinilah letak sanggahan saya terhadap perang Analisis vs Analisa: mereka merupakan nomina dan verba. Lihatlah betapa anehnya jika kita mencari bentuk mana yang "paling baku" padahal ternyata keduanya sama-sama benar. Analisis adalah kata benda. Analisa adalah kata kerja. Selesai perkara. Gencatan senjata. Perjanjian damai. Bubar.

Lantas apa yang terjadi jika keduanya benar? Untuk apa kita mengerti bahwa analisis itu nomina sementara analisa itu verba? Apa pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia? Jawabannya, Mas dan Mbak, ada di cara pemakaiannya. Berikut akan coba saya jelaskan.

Benda ini akan kami hantam.
Kalimat barusan memakai kata kerja hantam. Dengan tidak mengacak susunan kalimat, kita bisa buat yang baru:
Benda ini akan kami analisa.
Lihat. Analisa. Karena ia merupakan kata kerja. Justru akan aneh jika kita masih berpegang kepada "yang baku itu analisis" karena kalimat Benda ini akan kami analisis sama anehnya seperti Benda ini akan kami hantaman. Lihat bahwa hantaman merupakan kata benda, sama seperti analisis. Lain halnya bila kita ingin memakai kata benda.
Hantaman ini berasal dari sana.
Analisis ini berasal dari sana.
Tampaknya sudah jelas ya cara pemakaian analisis dan analisa. Ingat bahwa keduanya benar, dan bahwa kitalah yang harusnya bisa memakai mereka dengan baik. Saat butuh kata kerja, gunakan analisa. Saat butuh kata benda, gunakan analisis. Semudah itu.

Bagaimana dengan kata serapan lainnya? Masih ada sintesis vs sintesa, diagnosis vs diagnosa, hipotesis vs hipotesa, dll. Bagaimana dengan mereka? Sejujurnya ini lebih sulit. Ini sulit karena... kita tidak bisa memakai analisis vs analisa sebagai acuan. Kenapa? Menurut edisi ke-3 A Dictionary of Modern English Usage oleh HW Fowler, kata analyze adalah bentuk tidak sempurna dari kata analisize. Tentu saja analisize tidak digunakan di mana-mana, namun kita jadi bisa membayangkan jika yang dipakai secara umum adalah analisize maka serapan di bahasa Indonesia akan menjadi analisisa.

Oleh karena itu, sintesis vs sintesa harusnya menjadi sintesis vs sintesisa. Hipotesis vs hipotesisa. Diagnosis vs diagnosa. Hah? Apa? Kenapa bukan diagnosisa!? Saya mohon maaf, rupanya bahasa Inggris lebih rumit dari yang kita kira. Ini berkaitan dengan asal istilah diagnosis yang berbeda dari sinthesis, hypothesis, analysis. Ia berasal dari gabungan dua kosakata Yunani Kuno: dia dan gnosis. (Oke, beberapa sumber menyebutkan gignoskein, yang sepengetahuan saya masih berhubungan dengan gnosis.) Perhatikan bahwa bagian gnosis ini membuatnya beda dari yang lain ketika mengalami infleksi: diagnostic, vs synthetic hypothetic analytic. Ia tidak berubah menjadi diagnotic. Inilah mengapa ia menjadi diagnose alih-alih diagnosize.

Maka ketika kita ingin memakai kata kerja, gunakan analisa sintesisa diagnosa hipotesisa. Saat butuh kata benda, silakan pakai analisis sintesis diagnosis hipotesis.

_____
Ada kakak cantik di ujung aula yang mengangkat tangan. "Kalau mau dikasih imbuhan, aku mesti pakai apa dong? Menganalisis atau menganalisa?" kata si kakak. Ini pertanyaan bagus, Kak. Ini berkaitan dengan imbuhan, dan sejauh yang saya ingat dulu pelajaran bahasa Indonesia di sekolah hanya mengajarkan cara menulis imbuhan alih-alih cara memakai imbuhan. Iya, bisa saja setelah saya lulus sekolah mulai mengajarkan kembali cara memakai imbuhan, tujuan pemakaian imbuhan, dsb. Di sini saya mencoba untuk mengingatkan kembali.

Imbuhan me- merupakan awalan. Istilah sok pintarnya adalah prefiks. Ia digunakan untuk mengubah kata kerja menjadi kata kerja berkelanjutan. Istilah sok Inggrisnya adalah continuous present tense; colek saya jika salah.

Saya makan nasi.
Saya memakan nasi.

Terlihat bahwa keduanya berbeda. Kata kerja diberi awalan me- untuk menunjukkan bahwa hal tersebut sedang terjadi sekarang. Hasil akhirnya tetap kata kerja. Makan dan memakan sama-sama kata kerja. Sama-sama kata kerja. Kata kerja. Berarti, Kak, jika ingin diberi awalan me-, Kakak harus pilih kata kerja. Bukan, analisis bukan kata kerja. Jadi, yang tepat adalah menganalisa.

Lihatlah betapa anehnya jika kita masih saja menganut "analisis itu bentuk baku dari analisa." Menganalisis sama anehnya seperti memakanan, karena makanan merupakan kata benda.

Tapi Kak, sebenarnya bisa loh terbentuk kata menganalisis. Guna awalan me- tidak hanya agar kata kerja bisa berubah jadi kata kerja lain. Awalan me- bisa juga dipakai ke kata benda dengan makna berubah jadi/seperti.

Dia membatu.

Batu adalah kata benda. Ketika diberi awalan me-, kita jadi tahu bahwa sedang ada yang berubah jadi batu, atau bersikap seperti batu. Dengan ini berarti kita bisa saja menambahkan awalan me- kepada analisis, meski kita jadi harus berpikir jauh karena imajinasi saya pun kurang tinggi untuk memikirkan sesuatu yang bisa berubah jadi sebuah analisis. Mungkin ini:

Lelucon yang dia ajukan di kelas Filsafat kini mulai menganalisis.

"Eh tapi," kata si kakak, "gimana tuh soal memagar, memaku? Kan itu artinya bukan berubah jadi pagar." Satu lagi pertanyaan bagus... yang belum bisa saya jawab. Sebentar. Ada dua kemungkinan untuk hal ini.
  1. Pagar dan paku bisa dianggap sebagai kata kerja, seperti gunting jadi menggunting. Inilah mengapa kita bisa bilang digunting namun tidak bisa bilang dibatu.
  2. Awalan me- dapat berubah-ubah seperti sotong jika bertemu kata benda. Bermakna perubahan di suatu kata, seperti batu jadi membatu. Bermakna perbuatan di kata lain, seperti pagar jadi memagar. Jika benar seperti ini, maka menganalisis bisa dianggap sebagai perubahan atau perbuatan, tergantung keinginan penulis. Namun ini masih menyisakan pertanyaan mengapa membatu tidak bermakna perbuatan.

Saya pusing. Hehe. Kakak sudah puas dengan penjelasan barusan? Mari simpulkan dulu:
me + verba = perbuatan
me + nomina = perubahan
Adapun sisanya masih bisa diperdebatkan atau dicari lagi. Saya akan coba cari rujukan lain untuk memagar memaku menggunting itu.
  • Kita sudah baca perbedaan kata kerja dengan kata benda
  • Kita sedikit mencari perubahan kata (infleksi, colek saya jika salah) dalam bahasa Inggris
  • Kita mengingat kembali tujuan dan makna imbuhan, terutama awalan me-
  • Kita menemukan kejanggalan pada pagar, paku, gunting

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright © 2016. Massappa Padissengeng - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by Blog Bamz